Dampak dari minimnya anggaran (baik oleh pemerintah
ataupun oleh masyarakat) dipandang sebagai masalah untuk melahirkan suatu
pembelajaran yang bermutu dan relevan mendorong lahirnya pemikiran untuk
melibatkan pihak swasta pemilik modal (kapital) dan bahkan pihak asing (yang
memiliki modal besar) dalam praktek pendidikan nasional. Keterlibatan mereka
oleh pemerintah dianggap akan menjadi solusi dalam praktek pendidikan. Dan bagi
pihak swasta dan asing itu adalah kesempatan untuk merealisasi dan menunjukan
jati dirinya yang berorientasi kapitalisme. Keterlibatan mereka dalam dunia
pendidikan merupakan siklus bisnis yang secara langsung atau tidak langsung
harus membawa keuntungan baik jangka pendek ataupun jangka panjang.
Filosofi bisnis
menjadi salah satu landasan dalam praktek pengelolaan pendidikan oleh pihak
swasta. Aset untuk investasi dan kapitalisasi merupakan pertimbangan yang lazim
dalam dunia bisnis yang juga diterapkan dalam dunia pendidikan. Melalui
landasan seperti ini, maka lembaga pendidikan swasta atau asing selalu survive
dan unggul baik pada tampilan fisik ataupun pada kualitas output dan outcome
pendidikannya.
Dengan dukungan
modal (kapital) yang besar, mereka mampu mendirikan bangunan dan lingkungan
pendidikan (sekolah atau kampus) yang luas dan megah dengan ditunjang oleh
fasilitas pembelajaran yang memadai. Mereka mampu membuka jurusan atau fakultas
keilmuan yang baru dan relevan dengan tuntutan persaingan zaman yang didukung oleh tenaga
pengajar yang ahli dibidangnya. Customernyapun dijanjikan dan dijamin puas
dengan layanan akademis yang dimiliki.
Tentu, aset
yang megah dan menelan biaya besar tersebut, harus menghasilkan revenue bagi
Institusi. Dan mahasiswa menjadi salah satu sumber pemasukan untuk mendanai
atau membiayai anggaran pendirian lembaga dan membiayai tenaga pengajar yang
berkualitas. Oleh karena itu pada prakteknya, kita menemukan bahwa biaya yang
harus dikeluarkan oleh pelajar pada sekolah swasta atau sekolah asing lebih
mahal dari pada lembaga pendidikan lainnya di tanah air. Walhasilnya, hanya
pelajar yang berasal dari tingkat ekonomi menengah ke ataslah yang dapat
menikmati pendidikan tersebut, dan lagi-lagi masyarakat miskin dan kurang mampu
tidak menikmati pendidikan yang sama. Walaupun dalam pembukaan UUD Dasar 45
telah dijelaskan tujuan Negara Indonesia tentang upaya untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, pendidikan masih menjadi bahan investasi kaum kapitalis untuk
memperkaya diri mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar