Agama Buddha lahir di negara India,
lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi
terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai
dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari
lahirnya Siddharta Gautama. Dengan
ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Agama Buddhaberkembang
dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan
Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses
perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia
dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand,
Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang
dikenal sebagai Gautama Buddha oleh
pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi,
dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan
dengan tuntutan dan nilai lokal.
Setiap aliran Buddha
berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama
karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama.
Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3
buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para
bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran
hukum metafisika dan psikologi)
Konsep Ketuhanan
dalam Buddhisme
Perlu ditekankan
bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda
dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam
semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah
kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ungkapan di atas adalah
pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3,
yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang
Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang
artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan
dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang
tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat
digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak
berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai
kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep
Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam
agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh
agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di
sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan
menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga
banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha
adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari
ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka
bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama
lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama
Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah
konsep-konsep tentang alam semesta,terbentuknya
Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan
Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha
tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu
makhluk tidak perlu lagi mengalami prosestumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan
pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu,
hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan
contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka
sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas
sebenar-benarnya.
Moral dalam Buddhisme
Sebagai mana
agama Islam dan Kristen ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai
kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha
biasanya dikenal denganPancasila.
Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
§ Panatipata
Veramani Sikkhapadam Samadiyami
§ Adinnadana
Veramani Sikkhapadam Samadiyami
§ Kamesu
Micchacara Veramani Sikhapadam
§ Musavada
Veramani Sikkhapadam Samadiyami
§ Surameraya
Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Yang artinya:
§ Aku
bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
§ Aku
bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak
diberikan.
§ Aku
bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
§ Aku
bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
§ Aku
bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat
menyebabkan lemahnya kesadaran
Selain nilai-nilai
moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu
yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma
(bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik
dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum
digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman
turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta;
Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:
”Para bhikkhu, cetana
(kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang
melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”
Jadi, kamma berarti
semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang
dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik
(kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering
disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja
berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan
kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat
atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.
Aliran Buddha
Ada beberapa aliran
dalam agama Buddha:
2.
Buddha Mahayana: Zen
4.
]Buddha
Mahayana
Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau,
Hong Kong
Sutra Teratai merupakan rujukan sampingan penganut Buddha
aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau
nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai
telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin
umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti
penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang
lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok,
profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan
legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran
utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat
tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan
berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka
tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua
makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai
mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha
memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan
memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan,
kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang
paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha
bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha
adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada
kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan
kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia
kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan
konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada
banyak Buddha dan juga bodhisattva(makhluk
yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana
mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak
terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken
of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .
Aliran Theravada
adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini,
dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkokbagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.
Gramatika
Theravada berasal
dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan
vada. Thera berarti sesepuh khususnya
sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada
berarti Ajaran Para Sesepuh.
Istilah Theravada
muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan
awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi.
Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah
catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada
merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama
Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung
Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari
aliran Vibhajjavada yang
berarti Ajaran Analisis (Doctrine
of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion
of Reason).
Sejarah
Sejarah Theravada
tidak lepas dari sejarah Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah
Sang Buddha parinibbana (543
SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun
543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin
oleh Y.A. Maha
Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat.
Sidang diadakan di Goa Satapani di
kota Rajagaha. Sponsor
sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu.
Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang
yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan.
Mengulang Dhamma dan Vinaya agar
Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang
Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang
Dhamma.
Sidang Agung Sangha
ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi
menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor
dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya.
Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan
Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan
Vinaya disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha
ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada.
Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta
Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu
yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan.
Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra
Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada
yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana
ajaran ini dikenal sebagai Theravada.
Kitab suci Buddhisme
Kitab Suci yang
dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tripitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang
paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali, yang
terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau
"keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Piṭaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut,
maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).
Ajaran Buddhisme
Ajaran dasar
Buddhisme dikenal sebagai Empat
Kebenaran Mulia, yang meliputi:
§ Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya
tentang Dukkha),
Dukha ialah
penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan
penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan
dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.
§ Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran
Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
Samudaya ialah sebab.
Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang
dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.
§ Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran
Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
Nirodha ialah
pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan
secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.
§ Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran
Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).
Marga ialah jalan
kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita
ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih
mendalam pada pokok pembahasan yang selanjutnya.
Inti ajaran Buddha
menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada
penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang
terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup,
sakit, dipisahkan dari yang dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan
seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia,
dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di
dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber
kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia.
Sumber itu tidak mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada
sesuatu yang tetap berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk
menerangkan hal ini diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok
permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan
pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi fokus
pratitya samutpada.
Agar terlepas dari
penderitaan mereka mereka harus melalui Jalan Utama Berunsur Delapan Sradha atau iman, yaitu:
1.
Percaya yang benar (Samma ditthi).
Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi.
Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi.
2.
Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang benar” yakin
bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan yang benar
3.
Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari
kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata yang
kasar, serta melakukan percakapan yang tidak senonoh.
4.
Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang
tak boleh mencari keuntungan sendiri.
5.
Hidup yang benar (Samma ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus murni
atau bebas dari penipuan diri
6.
Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar
jangan sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.
7.
Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi yang
merusak kesehatan moral
8.
Semadi yang benar (Samma samadhi)
Semadi itu sendiri terbagi
menjadi 2 bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri.
Persiapan atau upacara semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan
dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan empat
bhawana,yaitu: metta (persahabatan
yang universal), karuna (belas
kasih yang universal), mudita (kesenangan
dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak
tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan
sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut barulah masuk kedalam semadi
yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lahir dan batinnya,
mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi
orang yang tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan
rasa hatinya disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari
penderitaan.
Secara umum sama
dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan
akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi(konsentrasi)
dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha
Theravada hanya mengakui Buddha Gautama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada
masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul
Buddha-Buddha lainnya.
Dalam Theravada
terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan
Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship)
dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).
Hari Raya
Terdapat empat hari
raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat
adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya
umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.
Waisak
Penganut Buddha
merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan
3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi
Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang
Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan
nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan
Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil
dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan
"Waishakha" dari bahasa Sanskerta
Kathina
Hari raya Kathina
merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi
setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan
Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah
Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan
vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.
Asadha
Kebaktian untuk
memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya
Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati
peristiwa dimanaBuddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5
orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum
Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan
Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima
orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan
Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai
kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan
Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha
Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi
). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap.
Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau
Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana
merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana
dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung
kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya.
Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma
mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat
Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha
merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang
disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma
Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam
Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia(
Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.
Magha Puja
Hari Besar Magha Puja
memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok
para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat
tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya
itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih
dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah
agama Buddha disebut Vihara.
Penyebaran di Asia
dan Indonesia
Agama Buddha mulai
berkembang di India, yaitu tempat dimana Buddha Gautama mengajarkan
ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gautama, ajaran tersebut tidak lenyap begitu
saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai
sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.
Dimulai dari India,
tempat dimana Buddha Gautama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha
mencapai Nirwana, ajaran Buddha Gautama mulai memudar sehingga
para biksu disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar
tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat Dharma atau pengajaran. Di
India jugalah tempat dimana mulai terbentuknya aliran Mahayana danTheravada akibat perselisihan antara kelompok biarawan
dan para kaum tua.Theravada umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah
menjadi arahat, sedangkan Mahayana mengajarkan bahwa tujuan yang
paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan. Selain melalui kaum
biarawan,agama Buddha juga disebarkan oleh raja-raja besar di India
seperti Raja Ashoka. Ia mengajarkan kepada
rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah dan mudah marah. Ia
menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran, cinta kasih dan
amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara tetangga,
termasuk ke Sri Lanka dimana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka menjadi
basis agama Buddha.
Selama abad 3 SM,
Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan. Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini
segera menjadi pusat pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu
terkemuka dan sarjana. Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini
untuk berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama
mereka. Dengan dukungan dari pedagang, biara gua banyak
didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM,
beberapa kota Asia Tengah sepertiKhotan, telah menjadi pusat penting bagi
Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah,
pertama kalinya orang Tiongkok (sekarang Cina)
mengenal agama Buddha dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah beragama
Buddha. Bentuk awal penyebaran agama Buddha di Cina adalah dengan adanya
penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari
bahasa India ke bahasa Cina kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya
seni dan pahat dimana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan lainnya
adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup seni, patung, arsitektur dan filsafat waktu itu. Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi
ke Semenanjung Korea untuk
memperkenalkan agama Buddha kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada
waktu itu. Sehingga pada abad ke-6 dan abad ke-7, agama Buddha telah berkembang di bawah kerajaan
tersebut. Selain di Korea, Buddhisme juga berkembang di kepulauan Jepang.
Pada awal era masehi,
orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara datang untuk mengetahui ajaran Buddha
sebagai hasil dari meningkatnya hubungan dengan para pedagang India yang datang
ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia
Tenggara, tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah
pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal agama Buddha, tapi tetap
mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak masuk di semenanjung
Indocina (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk
di Birma, Siam (sekarang Thailand), Vietnam, semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan kepulauan nusantara (sekarang Indonesia).
Candi Borobudur, monumen Dinasti Syailendra yang
dibangun di Magelang,Jawa Tengah.
Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah
kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengahsekarang. Pada akhir abad ke-7, I Tsing, seorang peziarah Buddha dari
Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera (kala itu disebut Swarnabhumi),
yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas
oleh rakyat, dan ibukota Sriwijaya (sekarang Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran
Buddhisme (kala itu Buddha Vajrayana). I Tsing
belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke
India.
Pada
pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah
kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang
merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa,
yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.
Di pertengahan abad
ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada
saat itu, kerajaan Sriwijaya telah menguasai Pulau Sumatera, Pulau Jawa
dan Semenanjung Malaya.
Akhir zaman kerajaan
Hindu-Buddha
Pada akhir abad ke-13 seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam
dari Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam
mulai berdiri di Sumatera, dan agama Islam segera menyebar ke Jawa dan
Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran sistematis oleh sekelompok
ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan
popularitas dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang dominan di nusantara
dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke nusantara hanya
pada abad ke-19, dengan kedatangan pedagang dan orang-orang
Tiongkok, Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar