Walau pada hakekatnya para pujangga dan pemimpin Indonesia belum pernah mempelajari
teori formal sosiologi sebagai ilmu pengetahuan, tetapi banyak diantara mereka
yang telah memasukan unsure sosiologi kedalam ajaranya, seperti ajaran Wulang
Reh yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro IV dari Surakarta yang
mengajarkan hubungan antara para anggota masyarakat Jawa yang berasal dari golongan
golongan yang berbeda, banyak mengandung aspek Sosiologi terutama dalam bidang
hubungan antar golongan (intergroups
relations). Ki Hajar Dewantara pelopor utama yang meletakan dasar pendikdikan
nasional di Indonesia yang dengan nyata dipraktikan dalam organisasi pendidikan
Taman Siswa.dari keterangan diatas nyatalah bahwa sosiologi tidak hanya
digunakan dalam suatu ajaran teori yang murni sosiologi, tetapi sebagai
landasan untuk tujuan lain yaitu ajaran tata hubungan antar manusia dan
pendidikan, apabila melihat hasil karya para sarjana Belanda, sebelum PD II,
yang mengambil masyarakat Indonesia sebagai pusat perhatiannya seperti tulisa
Snouck Hurgronje, C Van Vollenhoven, Ter Haar, Duyvendak dll, dalam hasil karya
itu tampak adanya unsure sosiologis yang dipergunakan dan dikupas secara
ilmiah, tetapi kesemuannya hanya dalam kerangka yang nonsosiologis dan tidak
sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, hal itu tidaklah berarti bahwa
metode yang digunakan untuk meneropong suatu masalah atau gejala sosiologis
adalah salah atau tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Keterangan diatas hanya dimaksudkan untuk menyatakan bahwa sosiologi pada
waktu itu di Indonesia, dianggap sebagau ilmu pembantu bagi ilmu pengetahuan
lainnya, dengankata lain sosiologi pada saat itu belum dianggap cukup penting
dan cukup dewasa untuk dipelajari dan dipergunakan sebagai ilmu pengetahuan,
terlepas dari ilmu pengetahuan lainnya. Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta merupakan
lembaga Perguruan Tinggi sebelum PD II yang memberikan kuliah sosiologi di Indonesia.
Disini ilmu pengetahuan tersebut hanya dimaksudkan sebagai pelngkap bagi mata
pelajaran ilmu hokum. Sosiologi yang diajarkan bersifat filsafat soosial dan
teoritis, berdsarkan buku karya Alfred Vierkandt, Leopold von Wiese, Bierens de
Haan, Steinmetz dsb.
Pada tahun 1934/1935 kuliah sosiologi di Sekolah Tinggi Hukum ditiadakan
karena pada waktu itu para guru besar yang memgang tanggung jawab dalam
menyusun daftar kuliah berpendapat bahwa pengetahuan tentang bentuk dan susunan
masyarakat beserta proses yang terjadi didalamnya tidak diperlukan dalam
hubungan dengan pelajaran hokum, dalam pandangan merke yang perlu diketahui
adalah hokum positif, yaitu peraturan yang berlaku dengan sah pada suatu waktu
dan suatu tempat tertentu. Penyebab terjadinya suatu peraturan dan apa
sebenarnya menjadi tujuannya dianggap tidak penting dalam pelajaran ilmu hukum.hal
yang penting adalah perumusan peraturannya dan system-sistem untuk
menafsirkannya, didalam tingkat perkembangan Sosiologi yang demikian itu, di
mana teori yang diutamakan sedangkan ilmunya belum dianggap penting untuk
dipelajari tersendiri, tidak dapat diharapkan berkembangnya penelitian
sosiologis yang mencoba menemukan kenyataan – kenyataan sosiologi dalam
masyarakat Indonesia.
Sumber :
SOSIOLOGI SUATU PENGENTAR :Prof. Dr. Soerjono Soekanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar