Total Tayangan Laman

Laman

Rabu, 16 Februari 2011

contoh pidato

PENGARUH INTERNET TERHADAP REMAJA Assalamualaikum wr wb, Bapak/ ibu guru beserta rekan-rekan yang saya hormati, pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kepada tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul ditempat ini, saya ucapkan banyak terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk menyampaikan sebuah pidato yang berjudul “Pengaruh Internet Terhadap Remaja”. Sebelum saya memulai berpidato saya ingin menyampaikan batasan masalah yang akan saya sampaikan didalam pidato hari ini, yakni diantaranya ; pengaruh internet terhadap remaja dilihat dari segi positif dan dari segi negative. Internet, kata yang tidak asing di telinga setiap orang, terutama para remaja yang senantiasa bergaul dengan mewahnya dunia yang bertekhnologi, mewah, dan praktis, Internet bisa didapatkan dimanapun kita berada, dengan bermodalkan telepon selular yang memiliki koneksi internet, internet dapat diakses dengan mudahnya melalui HP dimanapun kita berada, atau jika tidak, disetiap sudut kota pasti terdapat sebuah Warung yang menjual jasa internet atau yang biasa disebut dengan “Warnet”, Dunia Informasi Tanpa Batas, begitulah orang-orang menyebutnya, saya sendiri tidak begitu yakin tapi apa boleh dikata memang begitu keadaannya, dengan adanya Internet, Akses atau jalan terhadap penyampaian Informasi-informasi yang ada didunia ini dapat diambil dengan mudahnya seraya membalikkan tangan atau mengejapkan mata. Banyak Ilmu pengetahuan yang begitu melimpah disana, informasi mengenai apapun dapat kita temukan di jagat internet ini, lalu apa hubungannya dengan Siswa? Tentu saja sangat erat hubungannya dengan siswa karena siswa tidak luput dengan yang namanya informasi dan ilmu pengetahuan, internet ini adalah media yang paling efektif dan mudah untuk didapatkan dan diakses oleh siapa saja dimanapun, walaupun tak dapat dipungkiri bahwa karena adanya kebebasan ini dapat terjadi pula penyalah gunaan fasilitas internet sebagai sarana untuk Kriminalitas atau Asusila, siswa yang baru mengenal internet biasanya menggunakan fasilitas ini untuk mencari hal yang aneh-aneh? Seperti gambar-gambar yang tidak senonoh, atau video-video aneh yang bersifat “asusila” lainnya yang dapat mempengaruhi jiwa dan kepribadian dari siswa itu sendiri, sehingga siswa terpengaruh dan mengganggu konsentrasinya terhadap proses pembelajaran disekolah. Namun demikian tidak semua siswa melakukan hal yang demikian, hanya segelintir siswa-siswa yang usil saja yang dapat melakukannya karena kurang memiliki rasa tanggungjawab terhadap diri pribadi dan sekitarnya, namun pada umumnya internet digunakan oleh setiap siswa untuk mencari atau mendapatkan informasi yang berhubungan dengan materi pelajaran yang ia terima disekolah, hal tersebut memungkinkan siswa menjadi lebih kreatif dan lebih aktif dalam mencari sumber informasi dan ilmu pengetahuan dibandingkan dengan siswa-siswa yang hanya duduk diam didepan meja dan mendengarkan gurunya berbicara. Hal ini dapat menjadi sebuah motivator terhadap siswa untuk terus berkembang dan juga dapat berfungsi sebagai penghancur (generasi muda), remaja adalah makhluk yang rentan terhadap perubahan disekitarnya, dia akan mengikuti hal yang paling dominant yang berada didekatnya jadi kemungkinan terjadinya perubahan yang drastis dalam masa-masa remaja akan mendorong kearah mana remaja itu akan berjalan, kearah positif atau negative tergantung dari mana di memulai. Remaja yang kesehariannya bergaul dengan internet akan lebih tanggap terhadap perubahan informasi disekitarnya karena ia terbiasa dan lebih mengetahui tentang informasi-informasi tersebut sehingga dia lebih daripada yang lainnya. Tetapi selain itu, remaja yang memiliki kecenderungan pada hal yang negative justru sebaliknya, dia akan nampak pasif karena hanya diperbudak oleh kemudahan dan kayaan informasi dari internet tersebut. Maka dari itu alangkah baiknya jika kita bisa dengan bijak menggunakan fasilitas ini dengan sebaik-baiknya dalam hal yang positif demi kemajuan diri dan pribadi kita, dan selaku remaja kita semua harus dapat menguasai teknologi yang sedang berlari kencang pada era ini, karena dengan demikian kita pun akan ikut berlari menyongsong masa depan. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih, akhirul kata, wassalamualaikum wr wb.

Sabtu, 05 Februari 2011

Hakekat manusia Dan TuGASnya diDuNia

A. Pendahuluan Seperti yang kitaketahui bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang paling sempurna dari makhluk lainnya. Dengan segala kelebihan yang dimiliki manusia disbanding makhluk lainnya membuat manusia memiliki kedudukan atau derajat yang lebih tinggi. Manusia desertai akal, pikiran, perasaan sehingga dapat memenuhi segala keinginannya yang diberikan Tuhan YME. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia merupakan suatu konskuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah dimuka bumi ini. Tapi banyak dari mereka yang menyalahgunakan kepemmpinannya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik bahkan ada juga yang menghiraukan atau tidak peduli sama sekali dengan kedudukannya sebagai khalifah dimuka bumi, seperti yang sudah tertulis di Al-Quran. Tujuan dan Maksud Penulisan Tujuan dan maksud dari penulisan mengenai posisi manusia diantara makhluk lainnya adalah agar kita dapat memahami lagi arti penting kedudukan manusia dimuka bumi ini sebagai pemimpin dari makhluk lainnya. Karena dengan kelebihannya itulah yang menjadikan berbeda dengan makhluk lainnya. Selain itu tujuan dari penulisan ini adalah agar kita juga dapat mengetahui bahwa kedudukan manusia dimuka bumi telah tercantum dalam Al-Quran sehingga kepastian pun tak diragukan lagi. B. Pembahasan 1. Hakekat Manusia dalam pandangan Psikologi Pengertian hakekat manusia a. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakan hidupnya untuk memenuhi kubutuhan-kebutuhannya. b. Individu yang memiliki sifat Rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan social. c. Yang mampu mengarahkan dirnya ketujuan yang positif, mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya d. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai ( tuntas) selama hidupnya. e. Ndividu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha mewujudkan dirinya sendiri membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati. f. Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tidak terbatas. g. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan baik dan jahat. h. Individu yang sangat di pengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan social, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup dilingkungan social. Manusia dipandang dalam Psikologi ada 4 : a. Psikoanalisis Homo Volens : manusia sebagai Makhluk yang digerakan oleh keinginan-keinginan terpendam, dan perilakunya merupakan hasil interaksi antara 3 subsistem dalam kepribadian manusia yaitu : Ide, Ego, dan Super ego. Tujuan manusia hanya mencari kesenangan. b. Behaviors Homo Mechanicus : manusia sebagai makhluk yang pasif seperti mesin. Bahwa perilaku manusia dipengaruhi dan ditentukan oleh lingkungan. c. Kognitif Homo Sapien : Manusia sebagai makhluk berfikir yang aktif mengorganisir dan mengolah stimuli ( rangsangan ) yang diterimanya. Perilaku manusia tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungannya tetapi manusia juga mampu merubah lingkungan. Homo Sapien disebut pula Animal Rasional d. Humanistik Homo Iuden : Manusia adalah makhluk yang aktif kreatif dalam merumuskan strategi transaksional dengan segala eksistensinya. Humanistik pandangan yang paling memanusiakan manusia. 2. Perkembangan Manusia Perkembangan merupakan suatu proses sosialisasi dalam bentuk imitasi yang berlangsung dengan adaptasi (penyesuaian) dan seleksi. Factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah keturunan, lingkungan, dan manusia itu sendiri. Fase-fase perkembangan Menurut beberapa ahli Psikologi : a. Menurut Aristoteles 1) 0,0-7,0 : Masa anak kecil 2) 7,0-14,0 : Masa anak 3) 14,0-21,0 : Mas remaja b. Menurut Mantessori 1) 0,0-7,0 : Periode penemuan dan pengaturan dunia luar 2) 7,0-12,0 : Periode rencana abstrak 3) 12,0-18,0 : Periode Penemuan diri dan kepekaan social 4) 18,0- : Periode pendidikan tinggi c. Menurut Comenius 1) 0,0-6,0 : Scola matema 2) 6,0-12,0 : Scola vermatula 3) 12,0-18,0 : Scola latina 4) 18,0-24,0 : Acodemia d. Menurut J.J Rousseau 1) 0,0-2,0 : Masa Asuhan 2) 2,0-12,0 : Masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera 3) 12,0-15,0 : Masa pendidikan akal 4) 15,0-20,0 : Masa pembentukan watak dan pendidikan agama e. Menurut Oswald Kroch 1) Masa anak-anak 2) Masa bersekolah 3) Masa kematangan Hukum tempo perkembangan menyatakan bahwa tiap-tiap anak memiliki tempo perkembangan yang berbeda. Anak juga memiliki masa peka, yaitu suatu masa dimana suatu organ atau unsure psikologis anak mengalami perkembangan yang sebaik-baiknya. bagi seorang pendidik, mengetahui perkembangan anak diperlukan dalam membimbing anak sesuai dengan perkembangannya. 3. Peranan dan Tugas Kehidupan Manusia Kaum Muslimin Rahimakumullah! Manusia dengan makhluk Allah lainnya sangat berbeda apalagi manusia memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lain salah satunya manusia diciptakan dengan sebaik-baik bentuk penciptaan namun kemuliaan manusia bukan terletak pada penciptaannya yang baik tetapi tergantung pada; apakah dia bisa menjalankan tugas dan peran yang telah digariskan Allah atau tidak bila tidak maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka dengan segala kesengsaraannya. Paling kurang ada tiga tugas dan peran yang harus dimainkan oleh manusia dan sebagai seorang muslim, kita bukan hanya harus mengetahuinya tetapi menjalankannya dalam kehidupan ini agar kehidupan umat manusia bisa berjalan dengan baik dan menyenangkan. Beribadah kepada Tuhan YME. Beribadah kepada Tuhan YME merupakan tugas pokok bahkan satu-satunya tugas dalam kehidupan manusia sehingga apa pun yang dilakukan oleh manusia dan sebagai apa pun dia seharusnya dijalani dalam kerangka ibadah kepada Tuhan YME. Ibadah kepada Tuhan YME paling tidak ada criteria-kriteria yang harus kita penuhi. 1) Lakukan segala sesuatu dengan niat yang ikhlas karena Tuhan YME. Keikhlasan merupakan salah satu kunci bagi diterimanya suatu amal oleh Tuhan YME. Sebaliknya tanpa keikhlasan amal yang ringan sekalipun akan terasa menjadi berat apalagi amal yang jelas-jelas berat utk dilaksanakan tentu akan menjadi amal yang terasa sangat berat utk mengamalkannya. 2) Lakukan segala sesuatu dengan cara yang benar bukan membenarkan segala cara sebagaimana yang telah digariskan oleh Tuhan YME dan dicontohkan oleh Rasul-Nya. 3) Harta yang harus dicari secara halal dan bukan menghalalkan segala cara. 4) Kehormatan manusia dengan akhlaknya yang mulia yang harus dijaga dan dilestarikan. 5) Keturunan atau nasab manusia yang harus jelas sehingga dalam masalah hubungan seksual misalnya manusia tidak akan melakukannya kepada sembarang orang. Manakala manusia tidak mampu membangun peradaban sebagaimana yang telah digariskan oleh Tuhan YME maka martabat manusia akan menjadi lebih rendah dari binatang hal ini karena manusia bukan hanya memiliki potensi fisik yang sempurna dibanding binatang juga manusia punya botensi berpikir dan mendapat bimbingan berupa wahyu dari Tuhan YME yang diturunkan kepada para Nabi. Kaum mislimin yang berbahagia! Dari keterangan di atas menjadi jelas bagi kita bahwa kemuliaan manusia sangat tergantung pada apakah ia bisa menjalankan tugas dan perannya dengan baik atau tidak bila tidak maka kemuliaannya sebagai manusia akan jatuh ke derajat yang serendah-rendah dan ia akan kembali kepada Allah dengan kehinaan yang sangat memalukan dan di akhirat ia menjadi hamba Allah yang mengalami kerugiaan yang tidak terbayangkan. 5. Manusia dan Berbagai Tantangan Pesatnya perkembangan teknologi informasi merupakan salah satu ciri utama perkembangan global abad 21. Siap atau tidak hal itu merupakan suatu realitas yang harus dihadapi dengan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing unggul. Menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas keberdayaan yang lebih efektif agar mampu mengatasi berbagai tantangan yang timbul. Dalam era globalisasi setiap orang dituntut untuk mampu mengatasi berbagai masalah yang kompleks sebagai akibat perubahan global. Menurut Maarquardt (1996) memasuki abad ke 21 ada empat kecenderungan yang mempengaruhi pola-pola kehidupan yaitu : 1. Perubahan lingkungan ekonomi,social, pengetahuan, dam teknologi 2. Perubahan dalam lingkunagan kerja 3. Perubahan dalam Harapan Pelanggan 4. Perubahan harapan para pekerja Pada tatanan global seluruh umat manusia didunia dihadapkan pada tantangan yang bersumber dari perkembangan global sebagai akibat pesatnya Ilmu Pengetahuan dan teknologi. Menurut Robert Tucker ada 10 tantangan abad 21 : 1. Kecepatan ( speed) 6. Kompetisi harga ( discounting) 2. Kenyamanan ( Convinience ) 7. Pertambahan Nilai ( Value added) 3. Gelombang generasi ( age wave) 8. Pelayanan Pelangan ( customer service) 4. Pilihan ( choice) 9. Teknologi andalan ( Techno age) 5. Gaya hidup ( life style) 10. Jaminan Mutu ( Quality ) Memasuki era baru di abad 21 sistem pendidikan tinggi Indonesia harus terwujud sedemikian rupa dengan karakteristik antara lain : 1) Terkait dengan kebutuhan Mahasiswa, prioritas nasional dan pembangunan ekonomi 2) Terstruktur secara efektif sehingga member peluang kepada seluruh warga Negara untuk mengembangkan potensi pribadi sepanjang hayat dan berkontribusi kepada, masyarakat, bangsa dan Negara 3) Didukung dengan pendanaan yang memadai sehingga memungkinkan untuk berinovasi dan mencapai keunggulan. 4) Melakukan penelitian yang dapat menunjang pembangunan Nasional 5) Memiliki akses dalam pengembangan dan penerapan Teknologi 6) Berperan dalam kekuatan moral dalam mewujudkan masyarakat demokratis yang madani. Dengan demikian, perguruan tinggi harus memiliki kredibilitas institusional secara utuh dan menyeluruh. System ini harus memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap masyarakat, menunjukan efisensi dalam operasionalnya , menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki manajemen internal yang transparan dan memenuhi standard. C. Penutupan Simpulan Bahwasana manusia diciptakan oleh Tuhan YME, untuk selalu beribadah kepadanya secara ikhlas, dan selalu menggunakan akalnya untuk berjalan diatas bumi, karena bila manusia tidak menggunakan akalnya, maka dia tidak ada bedanya dengan binatang yang memang diciptakan tanpa akal. Manusia seharusnya bisa mengarahkan dirinya sendiri kearah yang baik, manusia juga harus dapat hidup bersama orang lain karena manusia adalah Makhluk social yang tidak dapat berdiri sendiri, Manusia dapat berkembang seiring perubahan waktu dan perkembangan itu menyebabkan masnusia selalu bersaing untuk mendapatkan keinginannya. Di era Globalisasi ini tantangan bukan hanya dating dari dalam diri manusia saja, melainkan dating dari lingkungan tempat hidup, oleh karena itu manusia dituntut untuk mampu menggunakan akalnya dengan baik untuk mengolah lingkungan sekitarnya. Pendidikanlah yang menjadi awal dari pengembangan pikiran semua manusia karena bila suatu bangsa kurang memajukan pendidikannya, maka kehidupan bangsa tersebut menjadi kurang maju. Saran Kepada pembaca penulis mempunyai beberapa saran. Agar pembaca lebih mengutamakan kemampuan berfikir logis dan berfikir kearah positif karena manusia dibumi diciptakan untuk memperbaiki bumi dan menjadi pemimpin di bumi. Daftar Pustaka  http//tiuii.ngeblogs.com/2009/10/23peran-budaya-lokal-memperkokoh-ketahanan-budaya-bangsa-2/  Bouman. 1976. SOSIOLOGI ( pengertian-pengertian Dan Masalah-masalah). Jakarta: Yayasan Kanisius  Daldjoeni, N. 1997 Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Mahasiswa IKIP (FKIP) DAN Guru  Darmayah.dkk.1986. Ilmu Sosial Dasar ( Kumpulan Essai). Surabaya : Usaha Ofset Priting  Diknas. 2003. Modul Acuan Proses Pembelajaran Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat Ilmu Sosial Dan BudayaDasar Ilmu Kealaman Dasar. Jakarta : Diknas  www.e-psikologi.com/dewasa/050804

GLOBALISASI PENDIDIKAN DAN KETIDAKSIAPAN SEKOLAH

GLOBALISASI PENDIDIKAN DAN KETIDAKSIAPAN SEKOLAH Globalisasi bukan gejala alami tetapi terjadi karena tindakan manusia. Artinya, Ia merupakan hasil perkawinan antara kinerja kekuatan teknologi pada satu sisi dan kekuatan ekonomi pada sisi lain dalam setting hubungan internasional yang begitu menggema selama 25-30 tahun belakangan ini. Seperti banyak gejala lain, globalisasi ditandai oleh ambivalensi - yaitu tampak sebagai "berkah" di satu sisi tetapi sekaligus menjadi "kutukan" di sisi lain. Tampak sebagai "kegembiraan" pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi "kepedihan" di pihak lainnya. Ciri ambivalensi seperti ini dalam globalisasi adalah persoalan sentral yang maha penting. Di situ terletak locus problematicus yang menyimpan tantangan besar bagi pendidikan sekolah. Beberapa contoh watak ambivalensi globalisasi dalam pendidikan sekolah adalah; 1). Globalisasi menghadirkan pesona "kecepatan" yang akan berlawanan dengan masalah kedangkalan pemahaman pengetahuan pada anak didik"; 2).Globalisasi "menguntungkan bagi yang berpikir dan bertindak cepat" dan "celaka bagi orang yang berpikir dan bertindak lambat; 3). Globalisasi akan "memudahkan membuat hubungan dan mengatasi jarak wilayah (lokalitas) " tetapi "adanya ketidakpekaan pada akar dan ciri-ciri budaya lokal"; dan 4). Globalisasi akan "memunculkan potensi menyelesaikan masalah secara cepat pada skala global" tetapi "menjadi beban keluasan lingkup pada skala penyebab masalah". Dilema-dilema seperti itu akan tetap menjadi ciri globalisasi kapan pun. Tugas para guru yang bergerak di lembaga pendidikan sekolah bukan meniadakan dilema, melainkan menyiapkan diri dan anak didik untuk hidup dalam tegangan-tegangan itu. Secara popular, globalisasi berarti menyebarnya segala sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia. Globalisasi juga berarti bahwa kerusuhan yang terjadi di suatu tempat tidak dapat disembunyikan karena secara serta-merta diketahui oleh seluruh dunia. Globalisasi juga berarti bahwa "rap musik" yang mula-mula hanya disukai oleh anak-anak muda berkulit hitam di bagian kumuh dari kota-kota besar di Amerika Serikat, dengan sangat cepat menjadi kesukaan anak-anak muda di Jakarta dan di kota-kota besar lainnya di Indonesia. Dengan kata lain, globalisasi dipahami sebagai melokalnya hal-hal yang datang dari luar. Pandangan bahwa makan di McDonald atau di Kentucky Fried Chicken (KFC) lebih enak dan bergengsi dari pada makan di restoran padang atau di Warteg merupakan bukti dari proses lokalisasi dari kebiasaan yang datang dari Amerika Serikat ini. Sekarang sudah kelihatan pula kecenderungan untuk nonton bioskop sambil makan popcorn dan minum Coca-Cola. Ini juga suatu contoh dari proses lokalisasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang datang dari budaya luar tadi. Dalam mengahadapi kenyataan seperti ini, kita menghadapi dua pilihan antara "membiarkan diri terseret oleh proses globalisasi" atau "kita memanfaatkan proses globalisasi untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas pribadi". Saya kira, kita semua memilih yang terakhir ini. Jika demikian halnya maka kita harus memasuki the world systems dengan sadar dan iklas. Di samping itu, kita harus pula mendefinisikan dengan jelas, jenis modernitas seperti apa yang akan kita pergunakan sebagai rancangan dasar untuk menjalani modernisasi proses pendidikan. Saya kira, kedua hal ini belum kita pikirkan secara baik di komunitas pendidikan di tanah air hingga saat ini. * * * Dalam membedah mutu pendidikan di tanah air hingga hari ini, terlihat ada tiga faktor penyebab terjadinya degradasi mutu pendidikan kita selama ini, antara lain; Pertama, strategi pembangunan pendidikan kita selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi belajar) dan kurikulum, penyediaan sarana pendidikan, serta pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan di sekolah manapun di Indonesia ini, akan dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagaimana yang diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan melalui teori Education Production Function sebagaimana diperkenalkan Hanushek tidak berfungsi efektif di lembaga pendidikan sekolah di daerah manapun di Indonesia. Strategi itu ternyata hanya cocok dipraktikkan pada sektor ekonomi dan industri semata. Kedua, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro oriented, yaitu diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di tingkat makro tidak berjalan sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah). Bahkan, tidak jarang apa yang diproyeksikan di tingkat pusat cenderung menyimpang dari realitas sesungguhnya di sekolah-sekolah. Dengan kata lain, kompleksitas cakupan permasalahan pendidikan di banyak sekolah seperti; kondisi lingkungan sekolah, bervariasinya kebutuhan siswa dalam belajar, bervariasinya kemampuan guru, serta berbedanya aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, seringkali tidak terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi yang melahirkan kebijakan di tingkat makro (pusat). Ketiga, pada tingkat sekolah sendiri persoalan yang kerap terjadi adalah lemahnya kemampuan kepala sekolah dalam membaca arus global. Tidak dapat dipungkiri, masih banyak sekali kepala sekolah di negeri ini yang tidak menguasai pengetahuan standar sebagai kepala sekolah seperti; kemampuan manajerial, penguasaan teknik kepemimpinan, menguasai teknologi informasi (komputer, internet), dan sebagainya. Kondisi ini masih terus terjadi lantaran di banyak sekolah, jabatan kepala sekolah tidak jarang dipilih melalui "sistem tunjuk" yang hanya didasarkan pada analisa faktor loyalitas, senioritas, ketokohan, dan kedekatan hubungan, dan mengesampingkan analisa kompetensi pribadi dan kemauan bersaing. Hasil yang kita saksikan adalah kerja kesehariana kepala sekolah cenderung konvensional - yaitu mengedepankan budaya kerja Asal Bapak Senang (ABS), menurut petunjuk, dan sebagainya. Kondisi yang sama kemudian ditiru para guru dari hari ke hari yang kemudian menghasilkan budaya kerja yang jauh panggang dari kompetensi dan professional. Akibat yang kita saksikan dari budaya kerja demikian adalah mutu pendidikan kita secara nasionala terus melorot dari waktu ke waktu dan anak didik kita tidak mampu bersaing secara terbuka di era yang serba kompetitif saat ini. * * * Tiga hal di atas memberikan pemahaman kepada kita bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan semata yang harus digarap di tingkat pusat tetapi juga harus terus memperhatikan faktor proses pendidikan itu sendiri di sekolah-sekolah. Input, merupakan hal mutlak harus ada dalam batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan secara otomatis dapat meningkatkan mutu pendidikan. Mengingat sekolah sebagai unit pelaksana pendidikan formal terdepan dengan berbagai keragaman potensi anak didik yang memerlukan layanan pendidikan beragam dan kondisi lingkungan yang berbeda satu dengan lainnya, maka sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas/mutu pendidikan. Hal ini hanya dapat dilaksanakan jika kepala sekolah di tingkat unit terkecil, memiliki sejumlah kompetensi dasar untuk bisa mengelola sekolah secara baik. Dari definisi globalisasi dan sejumlah persoalan yang menghiasi komunitas pendidikan seperti diuraikan di atas, pertanyaan yang muncul kemudian adalah konsep pendidikan seperti apa yang harus kita kembangkan agar siswa lulusan sekolah kita bisa memasuki the world systems? Masih ada hubungannya dengan pertanyaan ini, bisakah tatanan hidup masyarakat kita diubah oleh sekolah sebagai institusi pembentuk nalar dan budi manusia Indonesia? Pertanyaan bernuansa pesimis inilah yang santer dikemukakan segelintir orang saat ini di tengah tidak siapnya banyak aktor pada komunitas sekolah menyeberangi arus globalisasi yang sarat tantangan dan mengandalkan kompetensi dan profesionalitas personal. Lanjutan dari pertanyaan di atas adalah, apakah perubahan kurikulum, sertifikasi tenaga guru, pengesahan undang-undang Guru dan Dosen dan perubahan-perubahan lainnya bisa mengatasi akar masalah pendidikan? Jawabannya tentu saja tidak. Sebab semua perubahan yang ada bersifat semu, sesaat, sentralistis, penuh muatan politis, dan sarat korupsi dan kepentingan.

Selasa, 01 Februari 2011

Motor Crossss

PeNtingNYA PenDIDIkan Islam

PENTINGNYA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


A. Pendahuluan
Di dalam khazanah pemikiran Islam, terutama karya-karya Ilmiah berbahasa arab, terdapat berbagai istilah yang dipergunakan oleh ulama dalam memberikan pengertian tentang “Pendidikan Islam” dan sekaligus diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda.
Pendidikan Islam itu, menurut Langgulung (1997), setidak-tidaknya tercakup dalam delapan pengertian, yaitu al-tarbiyah al-diniyah (pendidikan keagamaan), ta’lim al-din (pengajaran agama), al-ta’lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta’lim al-Islamy (pengajaran keIslaman), tarbiyah al-muslimin (pendidikan orang-orang Islam), al-tarbiyah fi al Islam (pendidikan Islami).
Dikalangan masyarakat Indonesia akhir-akhir ini, istilah “Pendidikan” mendapatkan arti yang sangat luas. kata-kata pendidikan, pengajaran, bimbingan dan pelatihan, sebagai istilah-istilah tekhnis tidak lagi dibeda-bedakan oleh masyarakat kita, tetapi ketiga-tiganya melebur menjadi satu pengertian baru tentang pendidikan (Mochtar Buchori, 1989). Di dalam undang-undang nomor 2/1989 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 1 misalnya, dijelaskan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiaan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang”. Dari sini dapat dipahami bahwa dalam kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau pelatihan terkandung makna pendidikan.
Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupanya sebagai aktifitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktifitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup (bagaimana orang akan menjalani dan memanfaatkan hidup dan kehidupanya), sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental dan sosial. Sedagkan pendidikan sebagai fenomena adalah perstiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak.dalam konteks pendidikan Islam, berarti pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan hidup tersebut harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah/Al-Hadits.
B. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Urgensi pendidikan Agama Islam dapat dilihat dari pengertian pendidikan agama Islam itu sendiri. Di dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 39 ayat (2) ditegaskan bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat, antara lain Pendidikan Agama. Dan dalam penjelasanya dinyatakan bahwa pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama daalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan Nasional.
Dalam konsep Islam, Iman merupakan potensi rohani yang harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh, sehingga nenghasilkan prestasi rohani (iman) yang disebut taqwa. Amal saleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesalehan pribadi; hubungan manusia dengan sesamanya yang membentuk kesalehan sosial (solidaritas sosial), dan hubungan manusia dengan alam yang membentuk kesalehan terhadap alam sekitar. Kualitas amal saleh akan menentukan derajat ketaqwaan (prestasi rohani/iman) seseorang dihadapan Allah SWT.
Di dalam GBPP PAI di Sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu berikut ini.
1. Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.
2. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan/atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran Agama Islam.
3. Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang melaukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan secara sadar terhadap para peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.
4. Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial.
Usaha pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah diharapkan agar mampu membentuk kesalehan pribadi dan sekaligus kesalehan sosial sehingga pendidikan agama Islam diharapkan jangan sampai: (1) Menumbuhkan semangat fanatisme; (2) Menumbuhkan sikap intoleran dikalangan peserta didik dan masyarakat Indonesia; dan (3) Memperlemah kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional (Menteri Agama RI, 1996). Walhasil pendidikan agama Islam diharapkan mampu menciptakan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas, yaitu ukhuwah fi al-‘ubudiyah, ukhuwah fi al-insaniyah, ukhuwah fi al-wathaniyah wa al-nasab, dan ukhuwah fi din al-Islam.
Dalam konteks masyarakat Indonesia yang pluralistik, dalam arti masyarakat yang serba plural, baik dalam agama, ras, etnis, budaya dan sebagainya, pembelajaran pendidikan agama Islam diharapkan mampu mewujudkan ukhuwah Islamiyah dalam arti luas tersebut. Sungguhpun masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnis, tradisi, dan budaya, tetapi bagaimana melaui keragaman ini dapat dibangun suatu tatanan yang rukun, damai dan tercipta kebersamaan hidup serta toleransi yang dinamis dalam membangun bangsa Indonesia.
C. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Urgensi Pendidikan Agama Islam tidak terlepas dari tujuan pendidikan itu sendiri. Secara umum, Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara” (GBPP PAI, 1994). Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam, yaitu :
1. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam.
2. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual)
3. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan Ajaran Islam.
4. Dimensi pengamalanya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakan, mengamalkan, dam menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta mengaktualisasikan dan merealisasikanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Di dalam GBPP mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kurikulum 1999, tujuan PAI tersebut lebih dipersingkat lagi, yaitu: ”agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan Ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan Agama Islam yan dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi, yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamanya terhadap ajaran dan nilai Agama Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
Tugas Guru Pendidikan Agama Islam adalah berusaha secara sadar untuk membimbing, mengajar dan/atau melatih siswa agar dapat:
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaanya kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
2. Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami bidang agama serta mengembangkanya secara optimal, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri daan dapat pula bermanfaat bagi orang lain.
3. Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahanya dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
4. Menangkal dan mencegah pengaruh negative dari kepercayaan, paham atau budaya lain yang membahayakan dan menghambat perkembangan keyakinan siswa.
5. Menyesuaikan diri dengan lingkunganya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
6. Menjadikan ajaran Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
7. Mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam secara menyeluruh sesuai dengan daya serap siswa dan keterbatasan waktu yang tersedia.
D. Penutup
Setelah dipapakarkan secara panjang lebar akan pentingnya pendidikan Agama Islam, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama Islam adalah adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
DAFTAR PUSTAKA
Muhaimin, suti’ah, Nur Ali, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya mengefektifkan pendidikan agama Islam di sekolah, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002
Idi, Abdullah, pengembangan kurikulum: teori dan praktik, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1999
Pentingnya pendidikan agama
Jaman sekarang agama telah menjadi nomer kesekian untuk para remaja. Ini dibuktikan dengan para remaja kini melalaikan kewajibannya pada Allah, mereka mementingapa yang mereka inginkan saja. misalkan ketika adzan telah dikumandangkan seharusnya sebagai orang islam harus menyegerakan untuk sholat, ini disebabkan karena remaja jaman sekarang kurang memahami akan pentingnya pendidikan agama. Bagaimana bisa remaja sekarang memahami lebih tentang agama, di sekolah umum sekarang saja pelajaran agama hanya dua jam dalam seminggu, apalagi dalam kuliah saja jarang mendapatkan mata kuliah agama.
Agama sangatlah penting untuk pedoman hidup kita, karena pendidikan agama bisa membuat kita lebih bisa menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, karena dalam pendidikan agama berisi tentang aturan-aturan kehidupan dan pengendali dari dari perbuatan keji dan mungkar. Sutarno (2006:1.40) memberikan penjelasan bahwa “nilai-nilai keagamaan akan merupakan landasan bagi anak untuk kelak menjadi orang yang dapat mengendalikan diri terhadap hal-hal yang bersifat negative”.
Kini tita bisa melihat dan menyadari jaman yang semakin rusak karena kurangnya pemahaman akan agama, seperti akibatnya menurunnya moral remaja , banyaknya perkosaan, beredarnya video porno, pencurian, koropsi dll. Dari contoh tersebut kita bisa melihat kalau moral remaja sekarang telah bobrok karena kurangnya pendidikan tentang agama. Dahlan (2006:109) mengatakan bahwa “akhlak islam dapat diartikan akhlak yang bersumber pada ajaran islam,dimana penentu baik buruknya menggunakan tolok ukur ketentuan Allah, yang bersumberkan pada wahyu Allah”. Untuk itu kita harus berpegang teguh dan mengamalkan apa yang diwahyukan yaitu Al-quran. Manan (2010:139) mengatakan bahwa “akhlak yang baik secara secara umum dapat dibentuk dalam diri setiap individu, karena Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang buruk. Jadi agama penting sekali bagi remaja, remaja harus memiliki akhlak yang mulia, karena remaja adalah adalah penerus cita-cita bangsa.
Diposkan oleh Moh.Fikri Zulfikar di 06.18
Pentingnya pendidika dalam islam
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Untuk mengenalkan Islam ini diutus Rasulullah SAW. Tujuan utamanya adalah memperbaiki manusia untuk kembali kepada Allah SWT. Oleh karena itu selam kurang lebih 23 tahun Rasulullah SAW membina dan memperbaiki manusia melalui pendidikan. Pendidikanlah yang mengantarkan manusia pada derajat yang tinggi, yaitu orang-orang yang berilmu. Ilmu yang dipandu dengan keimanan inilah yang mampu melanjutkan warisan berharga berupa ketaqwaan kepada Allah SWT.
Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka bumi untuk mengolah alam beserta isinya. Hanya dengan ilmu dan iman sajalah tugas kekhalifahan dapat ditunaikan menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seluruh makhluk-Nya. Tanpa iman akal akan berjalan sendirian sehingga akan muncul kerusakan di muka bumi dan itu akan membahayakan manusia. Demikian pula sebaliknya iman tanpa didasari dengan ilmu akan mudah terpedaya dan tidak mengerti bagaimana mengolahnya menjadi keberkahan dan manfaat bagi alam dan seisinya.
Sedemikian pentingnya ilmu, maka tidak heran orang-orang yang berilmu mendapat posisi yang tinggi baik di sisi Allah maupun manusia. (QS. Al Mujadilah (58) : 11)
Bahkan syaithan kewalahan terhadap orang muslim yang berilmu, karena dengan ilmunya, ia tidak mudah terpedaya oleh tipu muslihat syaithan.
Muadz bin Jabal ra. berkata: “Andaikata orang yang beakal itu mempunyai dosa pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya dia cenderung masih bisa selamat dari dosa tersebut namun sebaliknya, andaikata orang bodoh itu mempunyai kebaikan dan kebajikan pada pagi dan sore hari sebanyak bilangan pasir, maka akhirnya ia cenderung tidak bisa mempertahankannya sekalipun hanya seberat biji sawi.”
Ada yang bertanya, “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Ia menjawab, “Sesungguhnya jika orang berakal itu tergelincir, maka ia segera menyadarinya dengan cara bertaubat, dan menggunakan akal yang dianugerahkan kepadanya. Tetapi orang bodoh itu ibarat orang yang membangun dan langsung merobohkannya karena kebodohannya ia terlalu mudah melakukan apa yang bisa merusak amal shalihnya.”
Kebodohan adalah salah satu faktor yang menghalangi masuknya cahaya Islam. Oleh karena itu, manusia butuh terapi agar menjadi makhluk yang mulia dan dimuliakan oleh Allah SWT. Kemuliaan manusia terletak pada akal yang dianugerahi Allah. Akal ini digunakan untuk mendidik dirinya sehingga memiliki ilmu untuk mengenal penciptanya dan beribadah kepada-Nya dengan benar. Itulah sebabnya Rasulullah SAW menggunakan metode pendidikan untuk memperbaiki manusia, karena dengan pendidikanlah manusia memiliki ilmu yang benar. Dengan demikian, ia terhindar dari ketergelinciran pada maksiat, kelemahan, kemiskinan dan terpecah belah.
II. Pentingnya Pendidikan Islam
Pendidikan merupakan kata kunci untuk setiap manusia agar ia mendapatkan ilmu. Hanya dengan pendidikanlah ilmu akan didapat dan diserap dengan baik. Tak heran bila kini pemerintah mewajibkan program belajar 9 tahun agar masyarakat menjadi pandai dan beradab. Pendidikan juga merupakan metode pendekatan yang sesuai dengan fitrah manusia yang memiliki fase tahapan dalam pertumbuhan.
Pendidikan Islam memiliki 3 (tiga) tahapan kegiatan, yaitu: tilawah (membacakan ayat Allah), tazkiyah (mensucikan jiwa) dan ta’limul kitab wa sunnah (mengajarkan al kitab dan al hikmah). Pendidikan dapat merubah masyarakat jahiliyah menjadi umat terbaik disebabkan pendidikan mempunyai kelebihan. Pendidikan mempunyai ciri pembentukan pemahaman Islam yang utuh dan menyeluruh, pemeliharaan apa yang telah dipelajarinya, pengembangan atas ilmu yang diperolehnya dan agar tetap pada rel syariah. Hasil dari pendidikan Islam akan membentuk jiwa yang tenang, akal yang cerdas dan fisik yang kuat serta banyak beramal.
Pendidikan Islam berpadu dalam pendidikan ruhiyah, fikriyah (pemahaman/pemikiran) dan amaliyah (aktivitas). Nilai Islam ditanamkan dalam individu membutuhkan tahpan-tahapan selanjutnya dikembangkan kepada pemberdayaan di segala sektor kehidupan manusia. Potensi yang dikembangkan kemudian diarahkan kepada pengaktualan potensi dengan memasuki berbagai bidang kehidupan. (QS. Ali Imran (3) : 103)
Pendidikan yang diajarkan Allah SWT melalui Rasul-Nya bersumber kepada Al Qur’an sebagai rujukan dan pendekatan agar dengan tarbiyah akan membentuk masyarakat yang sadar dan menjadikan Allah sebagai Ilah saja.
Kehidupan mereka akan selamat di dunia dan akhirat. Hasil ilmu yang diperolehnya adalah kenikmatan yang besar, yaitu berupa pengetahuan, harga diri, kekuatan dan persatuan.
Tujuan utama dalam pendidikan Islam adalah agar manusia memiliki gambaran tentang Islam yang jelas, utuh dan menyeluruh.
Interaksi di dalam diri ini memberi pengaruh kepada penampilan, sikap, tingkah laku dan amalnya sehingga menghasilkan akhlaq yang baik. Akhlaq ini perlu dan harus dilatih melalui latihan membaca dan mengkaji Al Qur’an, sholat malam, shoum (puasa) sunnah, berhubungan kepada keluarga dan masyarakat. Semakin sering ia melakukan latihan, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah ia melakukan kebajikan. Selain itu latihan akan menghantarkan dirinya memiliki kebiasaan yang akhirnya menjadi gaya hidup sehari-hari.
III. Kesinambungan dalam Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut tarbiyah Islamiyah merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan akhirat. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat.” Maka menuntut ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah berhenti, semaki banyak ilmu yang kita peroleh maka kita bertanggung jawab untuk meneruskan kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu, disinilah letak kesinambungan.
Selain merupakan kewajiban, kegiatan dididik dan mendidik adalah suatu usaha agar dapat memiliki ma’dzirah (alasan) untuk berlepas diri bila kelak diminta pertanggungjawaban di sisi Allah SWT yakni telah dilakukan usaha optimal untuk memperbaiki diri dan mengajak orang lain pada kebenaran sesuai manhaj yang diajarkan Rasulullah SAW.
Untuk menghasilkan Pendidikan Islam yang berkesinambungan maka dibutuhkan beberapa sarana, baik yang mendidik maupun yang dididik, yaitu:
1. Istiqomah
Setiap kita harus istiqomah terus belajar dan menggali ilmu Allah, tak ada kata tua dalam belajar, QS. Hud (11) : 112, QS. Al Kahfi (18) : 28
2. Disiplin dalam tanggung jawab
Dalam belajar tentu kita membutuhkan waktu untuk kegiatan tersebut. sekiranya salah satu dari kita tidak hadir, maka akan mengganggu proses belajar. Apabila kita sering bolos sekolah, apakah kita akan mendapatkan ilmu yang maksimal. Kita akan tertinggal dengan teman-teman kita, demikian pula dengan guru, apabila ia sering membolos tentu anak didiknya tidak akan maju karena pelajaran tidak bertambah.
3. Menyuruh memainkan peran dalam pendidikan
Setiap kita dituntut untuk memerankan diri sebagai seorang guru pada saat-saat tertentu, memerankan fungsi mengayomi, saat yang lainnya berperan sebagai teman. Demikiannya semua peran digunakan untuk memaksimalkan kegiatan pendidikan.
Referensi :
1. Tarbiyah Islamiyah Harokiyah, DR. Irwan Prayitno
2. Tarbiyah Menjawab Tantangan, Mahfudz Siddiq
Related Posts
• Wcco School Closings, Kare 11, Wcco, Kstp, School District Of Philadelphia
• Aarupadai Veedu Institute Of Technology, AVIT Veedu Institute of Technology
• Soal Ujian Nasional SMP Terbaru Koleksi Soal UN SMP Ajaran 2011-2012
• Soal Ujian Nasional SD 2011 Terbaru Koleksi Soal UN SD Ajaran 2011-2012
• Contoh Judul Makalah Akuntansi Keuangan & Sistem Manajemen Akuntasi